RSS
Facebook
Twitter

Sunday 22 December 2013

Islam menghormati natal

Islam menghormati natal


Natal dan Maulid adalah satu nafas, tentu banyak membuat orang marah. Seolah-olah penulis menyamakan ketiga peristiwa itu, mari kita cermati bersama sama tentang kosa kata tersebut.

Kata Natal, yang menurut arti bahasanya adalah sama dengan kata harlah, hanya saja kata natal entah mengapa natal sangat identic dipakai untuk Nabi Isa al-Masih belaka. Jadi ia mempunyai arti khusus, lain dari yang digunakan secara umum -seperti dalam bidang kedokteran, seperti perawatan pre-natal yang berarti "perawatan sebelum kelahiran"-. Yang dimaksud dalam peristilahan ‘Natal' adalah saat Isa Al-Masih dilahirkan ke dunia oleh "perawan suci" Maryam. Karena itulah ia memiliki arti tersendiri, yaitu saat kelahiran anak manusia bernama Yesus Kristus .

Sedangkan Maulid adalah saat kelahiran Nabi Muhammad Saw. Pertama kali dirayakan kaum Muslimin atas perintah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi dari Dinasti Mamalik yang berkebangsaan Kurdi itu. Dengan maksud untuk mengobarkan semangat kaum Muslimin, agar menang dalam perang Salib (crusade), maka ia memerintahkan membuat peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad tersebut, enam abad setelah Rasulullah wafat. Peristiwa Maulid itu hingga kini masih dirayakan dalam berbagai bentuk, walaupun Dinasti Sa'ud melarangnya di Saudi Arabia. Karya-karya tertulis berbahasa Arab banyak ditulis dalam  puisi dan prosa untuk "menyambut kelahiran" itu.

Karenanya dua kata (Natal dan Maulid) yang mempunyai makna khusus tersebut, tidak dapat dipersamakan satu sama lain, apapun juga alasannya. Karena arti yang terkandung dalam tiap istilah itu masing-masing berbeda dari yang lain, siapapun tidak dapat membantah hal ini. Sebagai perkembangan "sejarah ilmu", dalam bahasa teori Hukum Islam (fiqh) kedua kata Maulid dan Natal adalah "kata yang lebih sempit maksudnya, dari apa yang diucapkan" (yuqlaqu al'am wa yuradu bihi al-khash). Hal ini disebabkan oleh perbedaan asal-usul istilah tersebut dalam sejarah perkembangan manusia yang sangat beragam itu. Bahkan tidak dapat dipungkiri, bahwa kata yang satu hanya khusus dipakai untuk orang-orang Kristiani, sedangkan yang satu lagi dipakai untuk orang-orang Islam.

Menghormati bisa di artikan dengan menghargai, jika melihat tema yang ada brarrti islam menghargai adanya natal dalam arti islam tidak anti pada hari natal karena islam menghargai bentuk keyakinan seseorang, tidak memaksa seseorang untuk memeluk isalam.

Lantas bagaiamana jika penghormatan itu diwujudkan dengan memberi ucapan natal atau memakai baju natal bahkan mengikuti perayaan natal dengan dalih toleransi pada agama?

Dalam permasalahan ini ulama’ belum mencapai kata sepakat tantang bagaimana hukum menghormati natal yang di wujudkan dengan mengucapkan hari natal bahkan ikut serta merayakan natalan bersama orang Kristen.
Banyak pendapat tentang permasalahan mengucapkan hari natal antara lain;

1. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
2.  Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.

Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kerja dan lainnya.

Terlepas dari pendapat di atas menurut pemikiran saya dalam permasalah ini sangat sederhana, sebenarnya kita gak usah membawa hokum islam ( bukan saya liberal,sekuler atau anti hokum islam )   dalam permasalahan ini.
Hemat kami, sebenarnya dalam hal ini permaslahan nya bermuara pada kata selamat, karena bagi kami ucpan selamat dalam konteks ini di blow upp sehingga seakan akan orang yang mengucapakn selamat natal sangat kental dengan kekristenan dan pada konsekuensinya terfonis hokum haram.

Selamat menikmati, selamat menempuh hidup baru, selamat sore selamat malam, dan masih banyak lagi kata selamat yang dinisbatkan pada suatu momen tertentu, kata selamat malam, pagi, sore,menempuh hidup baru mempunyai arti semoga anda di malam,pagi, sore nanti terhindar dari mala petaka, smoga anda menjalanakan hidup dengan pasangan anda dalam keadaan lancar lancar saja. Lantas bagaimana jika kata selamat di sandarakan apada kalimat natal ?
Banyak persepsi dalam kalimat ini, ada yang mengartikan selamat menikmati hari natal, smoga dalam menjalankan hari natal anda tidak apa apa, ada juga yang mengartikan selamat isa telah lahir sebagai anak tuhan, namun juga ada yang iseng iseng saja dalam arti saat mengucapkan tidak ada unsur apa apa cuman unsur tradisi saateseorang berada di wilayah yang mayoritas Kristen dll.

Berawal dari sinilah saya cenderung mengikuti pendapat yang kedua yaitu tidak apa apa saat seorang islam mengucapakan selamat natal, di karenakan jika kita melihat fakta yang ada ungkapan selamat natal yang sangat bermasyarakat di telinga kita hanya sebuah tradisi di mana saat seseorang mengatakan selamat natal tidak ada unsur memeberi selamat pada orang Kristen, di karenakan mendoakan keselamatan kepada orang non muslim di larang oleh nabi .

إِنَّ الْيَهُودَ إِذَا سَلَّمُوا عَلَيْكُمْ يَقُولُ أَحَدُهُمْ السَّامُ عَلَيْكُمْ

Jadi mengucapakn selamat natal tidak apa apamelihat fakata yang ada. Menurut saya lebih enaknya kita gak usah ikut ikutan mengucapakan natal, toh apa to manfaatnya jika mengucapakan kalimat itu?lebih baiak diem aja ae, hehehehhe.
Lantas bagaimana mengikuti perayaan Natal seperti mengnekan baju dan topi Sinterklas ?

Sebelum menjawab, kita bahas duduk permasalahananya.
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.

Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya.

Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka, dengan harapan ada titik perbedaan dalam agama islam dan non islam.

Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.

Jadi menurut kami orang islam di larang mengikuti perayaan natal, di karenakan hal itu di kategirikan sebagai perbuatan sia sia :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
[حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]

Artinya : Dari Abu Hurairah radhiallahunhu dia berkata : Rasulullah  bersabda : Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya .

Akan tetapi jika memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, seperti : seorang karyawan di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.

عَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ عَنْ أُمَّتِي : الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ                 [حديث حسن رواه ابن ماجة والبيهقي وغيرهما]

Artinya :Dari Ibnu Abbas radiallahuanhuma : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah ta’ala memafkan umatku karena aku (disebabkan beberapa hal) : Kesalahan, lupa dan segala sesuatu yang dipaksa “ .(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi dan lainnya)

Saya yakin, umat Islam sudah cukup dewasa dalam beragama, serta cukup kuat imannya. Iman umat Islam tak mungkin bisa keropos hanya gara-gara mengucapkan selamat Natal. Iman umat Islam justru akan diperkaya dalam dialog antarbudaya dan antaragama. Iman yang dewasa hanya bisa tumbuh dalam pergaulan yang luas, bukan iman yang dikurung dalam "tempurung". Sebagaimana manusia akan sehat jiwa raganya jika bergaul dan belajar dari keragaman dalam masyarakat, begitu pula iman umat Islam akan tumbuh dewasa dan sehat wal-afiat jika dikembangkan melalui pergaulan antariman.

sebagai penutup,  hemat pemikiran kami selama hubungan social kita dengan non muslim tidak ada kaitanya dengan kaidah atau perbuatan yang sis sia hemat kami di perbolehkan.

Percaya atau tidak terserah pembaca setiap kita punya pola piker sendiri, harapan penulis smoga kata kata ayang tak tertata di atas bias bermanfaat bagi saya sendiri dan pembaca

0 comments:

Post a Comment