RSS
Facebook
Twitter

Tuesday 29 October 2013


           Benarkah Pesantren “SARANG” Teroris ?

Di akui atau tidak, Pesantren adalah institusi pendidikan Islam, tempat mengajarkan tatanan hidup Islami kepada para santri. Diharapakan, para alumni pesantren, kelak menjadi pioneer kebajikan di tengah-tengah masyarakat. Inilah misi Islam, sebagai realisasi dari hadits Nabi Muhammad Saw.: "Orang yang menunjukkan kebaikan kepada orang lain mendapatkan pahala bagi dirinya dan orang lain yang mengikuti ajakan kebaikan itu." (HR. Muslim),

Namun, kini eksistensi pesantren mulai digugat, misi Islam dicurigai sebagai penyebar ideologi teroris dan menanamkan paham ekstrimis. Berdasarkan kecurigaan ini pula, Presiden AS, George Walker Bush, menekan pemerintah RI, agar mengubah kurikulum pesantren.

Dalam masalah ini saya tidak setuju dengan salah satu anggota pemerintahan yang mempunyai ide untuk membatasi sekaligus mengawasi aktivitas pesantren, dengan dalih kecurigaan yang sama.

Korupsi dan Terorisme

Apabila institusi pesantren digolongkan sebagai wilayah subur penyemaian ideologi teroris, dengan segala akibat buruknya, bagaimanakah merumuskan kurikulum terorisme, sementara UU anti terorisme belum memiliki definisi spesifik tentang terorisme? Mengaitkan pesantren dengan terorisme, berdasarkan kecurigaan maupun indikator imajinatif, bukankah berarti pemerintah telah bersikap diskriminatif terhadap lembaga pendidikan Islam?

Padahal, bila kita menerapkan logika yang sama pada berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini, terutama bahaya dan malapetaka yang diakibatkannya, Bahwa suatu institusi harus bertanggung jawab terhadap sepak terjang anggota atau alumninya, niscaya pesantren bukanlah satu-satunya institusi yang harus dicurigai, diawasi dan dibatasi ruang geraknya. Partai Politik, institusi TNI-Polri, juga termasuk kategori yang harus diteliti dan dibatasi aktivitasnya.

Selain itu ada lagi yang juga harus dicurigai dan dibatasi ruang geraknya yaitu Perguruan Tinggi. Karena terbukti, Perguruan Tinggi telah melahirkan para koruptor ketika mereka menduduki jabatan pemerintahan. Adalah relevan, jika pemerintah berinisiatif melakukan penelitian mengenai “kurikulum nasional”, apakah dalam kurikulum tersebut terdapat muatan materi yang mengajarkan cara-cara korupsi yang produktif dan aman?

Kasus seorang perwira menengah TNI yang membunuh istrinya secara amat sadis di ruang pengadilan agama, saat mengurus proses perceraian, adalah contoh lain lagi. Sang perwira tidak puas atas keputusan Hakim mengenai pembagian harta gono-gini yang nilainya miliaran rupiah, sehingga ia pun menikam istrinya dengan pisau sangkur. Ketika Hakim hendak melerai, sang Hakim pun ditikam hingga tewas di tempat. Dapatkah tindakan kalap perwira ini dijadikan bukti, bahwa institusi TNI memang mengajarkan perilaku sadis dalam kurikulum pendidikannya?

Adanya dugaan, jumlah rekening yang tidak wajar milik sejumlah perwira menengah dan perwira tinggi Kepolisian RI yang diberitakan media massa, yang salah satunya bernilai ratusan miliar rupiah. Apakah hal ini, menunjukkan adanya muatan kurikulum yang mengajarkan –konsep suap menyuap– dalam sistem pembinaan polisi?
Jika mau jujur, institusi di luar pesantren sebenarnya telah banyak melakukan tindak kejahatan terhadap rakyat dan kemanusiaan. Namun, mengapa yang dicurigai justru pesantren? Padahal, dedikasi pesantren di dalam mencerdaskan bangsa dan memenuhi kebutuhan rohaniah umat, sungguh luar biasa. Pesantren lah lembaga pendidikan alternalif yang banyak membantu masyarakat, dengan menampung serta mendidik anak-anak usia sekolah, yang tidak memperoleh tempat di sekolah lain, akibat mahalnya biaya pendidikan. Ironisnya, pesantren kini justru diposisikan sebagai tertuduh – yang entah tuduhan ini berdasar atau tidak - yang harus diawasi dan diintimidasi.

Atas Nama Tuhan

Pada Juni 2003, dalam suatu pertemuan rahasia dengan petinggi Palestina, Bush melontarkan klaimnya tentang adanya perintah Tuhan untuk memerangi terorisme, Presiden Bush mengatakan pada kami:
Tuhan menyuruh saya, “George pergi dan perangi teroris di Afghanistan.” Itu saya lakukan. “George pergi dan hentikan tirani di Irak.” Ini juga saya lakukan. Dan kini, “bantulah Palestina mendirikan negara sendiri dan bantu Israel menegakkan keamanan dan ciptakan perdamaian di Timur Tengah.” Saya pun mengusahakannya.

Klaim religius yang mengatas namakan Tuhan terhadap tindakan barbar tentara Amerika dan sekutunya di Afghanistan dan Irak, mendapat kecaman dari Direktur Christian Socialist Movement, Andrew Blackstock. “Bila Bush benar-benar mentaati perintah Tuhan, langkahnya harus dimulai dari apa yang jelas-jelas ada dalam Injil, bukan bisikan-bisikan supranatural seperti itu.”

Jadi, tindakan Bush memerangi terorisme, jelas membawa missi religius. Yaitu, memunculkan trauma dan ketakutan global dengan menyerang seseorang atau sekelompok orang yang diposisikan sebagai musuh Tuhan. Siapakah Musuh Tuhan yang dimaksud George Bush, dan bagaimana ciri-cirinya? Sebagaimana sinyalemen pemimpin Kristen Andrew Blackstock, secara imajinatif sesuai bisikan paranormal, George Walker Bush menemukan identitas Musuh Tuhan, pada kelompok Al-Qaida pimpinan Usamah Bin Ladin, dan Jamaah Islamiyah di Asia Tenggara.

Dalam persepsi George Bush, identitas musuh Tuhan ada dua. Pertama, kelompok Islam yang berusaha membangun tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara berdasarkan syari'at Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Kedua, merintangi hegemoni AS dan Barat dalam membangun tata dunia baru berwajah imperialis.
Karena itu, Amerika merasa berhak menteror rakyat Afghanistan, dan menggulingkan rezim Saddam Hussein di Irak, sekalipun akibatnya, menghancurkan peradaban serta menghina keyakinan agama kaum Muslimin.

Rasanya, terlalu bodoh apabila pemerintahan, memperlakukan pesantren dan gerakan Islam, mengikuti pola-pola Orde Baru. Apalagi jika tindakannya dimotivasi kepentingan asing, sehingga menyebabkan, tidak saja kehilangan identitas agama, tapi juga identitas bangsa yang berdaulat. Ketimbang membuka konfrontasi dengan umat Islam, lebih adil jika pemerintah mendengarkan aspirasi Islam dalam mengelola negara yang sedang terpuruk ini.
Pesan Rasulullah Saw: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain, maka Allah pasti binasakan dia. Dan barangsiapa menyengsarakan manusia, maka Allah akan sengsarakan dia.” (HR. Thabrani).

Saya yakin setiap kita tahu saat sebagian pemerintah melakaukan korupsi, tidak pernah ada perintah untuk melakukan investigasi siapa dia, dari mana, lulusan apa dia? Sehingga bukan pesantren saja yang harus di bidik dan di awasi.

Pertanyaan selanjutnya, benarkah hanya pesantren saja yang harus di awasi dan dan di intimidasi? Kita hanya bisa memberi kesimpuan sedikit bahwa saat ada terror dll, instansi pemerintah seharusnya intropeksi diri, apa kesalahan saya sehingga rakyat melakukan hal yang tidak di inginkan seperti ini? Dan bagaimana langkah selanjutnya?
Sekali lagi perlu kami ulangi suara hati kami, menurut logika yang benar bukan hanya pesantren saja yang musti di bidik, tapi smuanya...........

0 comments:

Post a Comment