RSS
Facebook
Twitter

Tuesday 26 November 2013

Poligami Dalam Sejarah



Menengok Sejarah Poligami

sebagia dari kita mungkin punya anggapan bahwa poligami adalah warisan dari agama yang di bawa oleh nabi muhamad yaitu islam. tapi anggapan itu salah, karna sejarah telah mencatat bahwa poligami adalah sejarah yang mengitari kehidupan  manusia itu sendiri. kita akan sedikit menulis tentang sejarah poligami dan bagaiman perkembanganya hingga dewasa ini.

Sampai saat ini kami tidak tau bahasa arabnya poligami, yang kami tau poligami dalam terminologi antropologi sosial adalah praktek pernikahan secara kolektif yang terdiri dari satu orang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan (istri). Poligami merupakan salah satu fenomena sosial dalam sejarah umat manusia. Sejarah poligami merupakan sejarah tradisi kuno. Keberadaannya pun, bersamaan dengan keberadaan sejarah manusia itu sendiri. Secara umum, poligami merupakan spirit system paternalisme ( baca: sistem kepemimpinan yg berdasarkan hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin) yang dianut oleh suku-suku nomaden. Sistem ini meniscayakan komposisi rumah tangga patriarki yang terdiri dari laki-laki sebagai poros atau pemimpin dan sejumlah perempuan sebagai istri, ditambah budak budak sariyyah (boleh dikumpuli tanpa ada ikatan pernikahan). Dengan sistem yang demikian ini, seorang laki-laki oleh memiliki hingga ratusan, atau bahkan ribuan istri. Dalam tradisi bangsa-bangsa kuno, tak ada aturan atau batasan yang mengikat sistem perkawinan poligami. Satu-satunya aturan yang di sepakati adalah larangan mengambil saudara perempuan istri sebagai istrinya. Sejarah poligami seperti ini, sudah berjalan semenjak dahulu, sebagaimana yang dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, ajaran setiap agama dalam kitab-kitab suci mereka, banyak mengisahkan, gambaran praktek poligami yang dilakukan tidak hanya oleh para raja, tetapi juga oleh Nabi-Nabi yang terdahulu.

Poligami dalam Tradis Masyarakat Bangsa Kuno

Poligami merupakan salah satu warisan tradisi masyarakat kuno. Tradisi ini, telah lama dikenal, bahkan sangat identik dengan gaya hidup setiap kepala suku. Hanya saja, di dalamnya tidak berlaku aturan-aturan baku yang mengikat dan dipatuhi. Siapapun, bisa mengumpulkan perempuan-perempuan yang dikehendaki tanpa batas bilangan tertentu. Tak hanya dilakukan oleh suku-suku primitif, poligami juga mendapatkan tempat di kalangan suku-suku beradab bangsa kuno seperti, Persia, Yahudi, Babilonia, Mesir, India, Romawi. Beberapa cerita tentang kepahlawanan para raja atau para tokoh bangsa kuno sangat identik dengan jenis pernikahan ini.

Kisah poligami adalah kisah umat manusia dalam menjalin komitmen keluarga, dan mungkin bisa dikatakan keberadaan poligami sama saja dengan keberadaan manusia. Poligami adalah sistem perkawinan majemuk yang lumrah dilakoni oleh suku-suku bangsa kuno, dan masih tetap dipertahankan dalam tradisi Islam hingga kini. Sejarah poligami, bukan sejarah Islam. Sejarah poligami adalah sejarah manusia, agama dan masyarakat. Islam bukan pemain baru, dalam hal ini. Justru, karena reformasi yang dilakukan Islam, poligami menjadi sakral, suci dan jauh dari eksploitasi hewani manusia.  

Sejarah poligami dalam Islam, tidak berbeda dengan sejarah beberapa ritus peninggalan suku bangsa Arab, sebelum Islam. Ritus ritus peribadatan bangsa Arab seperti, pengagungan Baitul Haram dan Tanah Suci, haji, umrah, sakralisasi bulan Ramdhan, mengagungkan bulan-bulan Haram, penghormatan situs-situs Ibrahim-Ismail, ritus-ritus sosial dan ritus-ritus politik (khilafah dan syura) serta masih banyak lagi ritus-ritus lainnya, hal hal ini merupakan bagian kecil dari warisan tradisi bangsa Arab kuno. Kita juga tau bahwa haji dan umrah sudah ada jauh sebelum Islam (Nabi Muhammad) diutus sebagai rasul. Bangsa Arab sudah menunaikan tradisi ini pada bulan zulhijjah selama berabad-abad. Konstruksi dan urutan-urutannya sama persis dengan ritual haji dan umrah yang sekarang dilakukan oleh umat Islam. Mulai dari talbiyyah (seruan memenuhi panggilan saat mereka berangkat ke kota suci Mekkah) memakai pakaian ihram, wukuf di Arafah, menuju Muzdalifah, bertolak ke Mina, melempar jumrah, thawaf dan sebagainya. Memang pada awalnya, sebelum Islam datang, ritual-ritual tersebut di dalamnya sering mengandung unsur syirik (penyekutuan Tuhan), seperti menyebut Lata, Uzza dansebagian ada yang berthawaf sambil telanjang. Menghadapi tradisi kuno seperti ini, Islam datang dengan membawa aturan baru yang lebih beradab dan manusiawi. Oleh karena itu, Islam tidak melarang haji, tidak menutup situs dan ritus yang diagungkan masyarakat Arab, tidak pula membuat tradisi-tradisi tersebut mati untuk selamanya atau membuat ritus-ritus baru. Justru Islam berusaha mengembalikan ritus, fungsi situs dan tradisi yang sudah ada kepada asalinya, yaitu pengagungan kepada Tuhan, bukan Lata ataupun Uzza.

Sebelum Islam, poligami begitu semrawut dan tak memiliki aturan. Banyak perilaku poligami yang tidak sehat, sehingga melahirkan ragam pernikahan. Pertama, nikah badal, yaitu pernikahan dengan system  tukar-menukar istri di kalangan sesama saudara perempuan dan keluarga lainnya. Seorang laki-laki dapat “mencicipi” istri saudaranya atas dasar kesepakatan yang mereka buat bersama. Kedua, nikah mut’ah, yaitu pernikahan temporer, dengan durasi kurun waktu yang ditentukan. Praktek poligami seperti ini, biasa dilakukan oleh para pengusaha yang sedang melakukan perdagangan di luar kota atau daerah. Ketiga, nikah muqti, yaitu sistem pernikahan atas dasar waris. Seorang anak laki-laki (sulung) dapat mewarisi istri ayahnya, seninggal ayah atau bercerai. Apabila sang anak tidak tertarik dengan ibu tirinya itu, maka ia boleh memperjual belikan, menggadaikan atau bahkan menyewakannya kepada orang lain. Keempat, nikah akhdan, yaitu sistem pernikahan dengan cara berkoperasi. Seorang perempuan yang menarik banyak laki-laki, ia dapat diperlakukan seperti barang atau properti (milik) bersama. Kelima, perkawinan secara sewa atau gadai, yaitu pernikahan yang lakukan atas dasar bayar hutang atau sewa. Seorang gadis dapat digunakan untuk membayar hutang atau disewakan dalam batas waktu tertentu, sesuai dengan nominal hutang yang akan dibayarkan.

Sekali lagi sejarah poligami, bukan sejarah Islam. Sejarah poligami adalah sejarah manusia, agama dan masyarakat. Islam bukan pemain baru, dalam hal ini. Justru, karena reformasi yang dilakukan Islam, poligami menjadi sakral, suci dan jauh dari eksploitasi hewani manusia.  

 Pernyataan di atas bisa memberi kita benang merah bahwa poligami bukan merupakan warisan dari islam tetapi sejarah yang mengitari kehidupan manusia.

0 comments:

Post a Comment